Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyanggah klaim bahwa program Biodiesel 35 persen (B35) menjadi penyebab produk minyak goreng yang disubsidi pemerintah, MinyaKita, langka di pasaran.

Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Edi Wibowo, menjelaskan produksi minyak sawit (crude palm oil/CPO) nasional di tahun 2022 berdasarkan data GAPKI yaitu sebesar 51,2 juta ton.

Dari total produksi CPO tersebut, kata Edi, sebanyak 60 persen yakni 30,8 juta ton untuk diekspor, sedangkan untuk penggunaan dalam negeri hanya 40 persen atau 20,9 juta ton dan sebagian besar digunakan untuk keperluan pangan yaitu 19 persen atau sekitar 9,9 juta ton.

Sementara untuk keperluan biodiesel atau campuran bahan bakar nabati untuk Solar subsidi menggunakan 8,8 juta ton CPO atau 17 persen dari total produksi, dan 2,2 juta ton atau 4 persen untuk bahan baku industri (oleokimia).

"Sedangkan produktivitas tanaman sawit setiap tahun juga naik, dari data itu silakan disimpulkan apakah Biodiesel dapat dikatakan sebagai biang kerok dari kelangkaan minyak goreng," ujar Edi, Selasa (21/2).

Edi seperti dikutip kumparan.com menilai, pada dasarnya program B35 juga sekaligus bertujuan menyerap kelebihan produksi CPO yang surplus dari kebutuhan atau permintaan domestik, sehingga harga CPO tidak akan anjlok.

"Sebaliknya program Biodiesel justru bertujuan untuk menyerap kelebihan produksi CPO yang tidak terserap pasar domestik dan ekspor, sehingga dapat menjaga kestabilan harga CPO nasional," pungkasnya.

Sebelumnya, stok MinyaKita di pasaran masih terpantau langka dan lebih mahal dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter. Padahal, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berjanji akan menambah produksi minyak dari yang semula 300 ribu ton menjadi 500 ribu ton.

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai langkanya MinyaKita di pasaran diduga karena program B35 alias Biodiesel 35 persen.

"Yang patut diduga jadi biang masalah adalah program Biodiesel B35 menyedot CPO cukup besar. Ada tarik-menarik sama seperti tahun lalu antara sawit untuk minyak goreng dengan sawit untuk energi," kata Bhima kepada kumparan, Minggu (19/2).

Bhima menjelaskan, pemerintah seharusnya tidak melakukan pembatasan pembelian MinyaKita guna mengatasi permasalahan ini. Melainkan konsisten menjaga ketersediaan MinyaKita, mengingat harga CPO di pasar spot Malaysia mengalami penurunan 25,4 persen dalam setahun terakhir.

Adapun Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga sempat membantah program B35 disebut mengganggu produksi minyak goreng dalam negeri. Hal ini sekaligus menampik pernyataan Mendag Zulhas yang menyebutkan B35 menjadi salah satu alasan mengapa MinyaKita langka di pasaran.

“Selanjutnya dengan program B35 produsen CPO meyakinkan suplai daripada minyak di dalam negeri tidak terganggu,” kata Airlangga dalam acara peluncuran B35 di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (31/1).