Sejumlah penganut teori konspirasi meyakini teknologi milik AS, High-frequency Active Auroral Research Program (HAARP), berada di balik gempa dahsyat di Turki dan Suriah. Simak fakta-fakta uniknya.

Tak lama setelah gempa besar itu terjadi, media sosial dibanjiri tudingan bahwa bencana ini disebabkan oleh teknologi rekayasa kebumian (geo-engeneering) dengan berbagai indikasi, salah satunya petir.

Para penggemar teori konspirasi, yang menurut para ahli kebanyakan bermasalah secara psikologis, menunjuk teknologi HAARP milik AS sebagai tersangkanya. 

Para pejabat pun tak ketinggalan tren. Wali Kota Ankara, Turki, Ibrahim Melih Gokcek, dikutip dari Arab News, menyatakan ini bukan kali pertama bagi Turki menjadi target gempa "buatan manusia".

Imajinasi soal HAARP ini berlanjut dengan klaim bukti berupa petir saat gempa.

Seorang pengguna Twitter mengklaim sambaran petir sebelum gempa bumi "selalu terjadi dalam operasi [HAARP]" dengan mengatakan gempa bumi "terlihat seperti operasi penghukuman oleh NATO atau AS."

Sedahsyat Itukah HAARP?

HAARP atau High-frequency Active Auroral Research Program, dikutip dari situs University of Alaska Fairbanks, adalah program penelitian ionosfer (lapisan atmosfer yang terionisasi karena menyerap radiasi Matahari) yang didanai oleh militer AS, pemerintah, dan Universitas Alaska.

Program ini bertujuan untuk menganalisis ionosfer untuk kemajuan teknologi. Alat utamanya adalah pemancar (transmitter) frekuensi tinggi. HAARP pun disebut sebagai "pemancar bertenaga tinggi dan frekuensi tinggi yang paling mampu untuk mempelajari ionosfer".

Ada dua instrumen riset kunci pada program HAARP.

Pertama, The Ionospheric Research Instrument (IRI), yakni sebuah pemancar bertenaga tinggi yang beroperasi di rentang Frekuensi Tinggi. IRI bisa digunakan untuk secara temporer memicu area tertentu pada ionosfer untuk studi ilmiah.

Kedua, seperangkat instrument ilmiah dan diagnostik yang canggih yang dapat digunakan untuk mengobservasi proses fisik yang terjadi di area tertentu itu.

Observasi menggunakan kedua alat tersebut dapat membuat para ilmuwan mendapat pengertian yang lebih baik tentang proses yang terus terjadi di bawah simulasi alami Matahari.

Pada 11 Agustus 2015, militer AS memindahkan fasilitas riset ini ke University of Alaska Fairbanks. Hal tersebut membuat program HAARP dapat berlanjut dengan eksplorasi fenomena ionosfer lewat riset kooperatif berbasis daratan dan persetujuan pengembangan.

Apa Keunikan HAARP? 

Dikutip dari 'Opportunities for High-Power, High-Frequency Transmitters to Advance Ionospheric/Thermospheric Research: Report of a Workshop' milik National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine (2014), HAARP bermula dari keputusan Kongres AS pada 1990.

Saat itu, lembaga para senator tersebut mengikuti rekomendasi dari beberapa panel ilmiah.

Bahwa, ada kebutuhan mendesak untuk membangun fasilitas eksperimental "terdepan di dunia" di AS yang berbasis pemanas (heater) dengan cakupan frekuensi pemancar yang luas dan daya melebihi ambang teoritis.

Fasilitas ini pun sudah membuat terobosan berupa sejumlah fisika terobosan, selain berperan penting dalam melatih pekerja masa depan dalam ilmu radio dan disiplin ilmu yang berhubungan dengan ruang angkasa.

HAARP terletak di 62,39° Lintang Utara, 145,15° Bujur Barat, yang diterjemahkan menjadi 63,09° Lintang Magnetik Utara dan 92,44° Bujur Magnetik Barat.

Pada garis lintang magnet ini, HAARP dapat mengamati daerah yang kaya akan fenomena geofisika. Dalam kondisi yang cukup aktif, HAARP dapat berada di zona aurora, atau bahkan di tudung kutub pada tingkat aktivitas yang lebih tinggi.

HAARP memiliki deret antena berbentuk susunan 180 dipol (bermuatan ganda) silang, yang disusun dalam kisi persegi panjang berukuran 12 kali 15 meter.

Sebenarnya, ada program serupa di beberapa negara lain. Misalnya, Platteville (Colorado, AS), Arecibo (Puerto Rico), Sura (Vasil'sursk, Russia), EISCAT (Tromsø, Norwegia), SPEAR (Svalbard, Norwegia).

Namun, HAARP lah yang terkuat dari sisi frekuensi. Fasilitas ini memiliki pita frekuensi yang hanya dapat disamai oleh pemancar di Plateville, densitas daya 36 kali lipat dari Platteville dan tiga kali lipat dari EISCAT.

"Kemampuan ini, unik pada pemanas HAARP, memungkinkan pembuatan lapisan ionisasi buatan," ungkap para ahli di National Academies.

Instrumen penelitian ionosfer HAARP (IRI) secara fisik mampu mentransmisikan frekuensi apa pun antara 2,8 dan 10 MHz dengan bandwidth instan minimal 200 kHz.

Kemampuan untuk memancarkan hingga 10 MHz memastikan fasilitas tersebut dapat menyelidiki F-region bahkan dalam kondisi kepadatan plasma yang tinggi.

F-region sendiri merupakan wilayah tertinggi ionosfer, yakni lebih dari 160 km dari permukaan Bumi. Daerah ini memiliki konsentrasi elektron bebas terbesar dan merupakan wilayah ionosfer terpenting.

"Rentang [gelombang] yang begitu luas memungkinkan operasi sepanjang siklus matahari lengkap," kata para ahli.

Karena masing-masing pemancar HAARP dapat menghasilkan dari 10 W hingga 10 kW, total daya yang dipancarkan fasilitas HAARP dapat berkisar dari 3.600 W hingga 3,6 MW.

Bisa Menghasilkan Petir?

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menilai petir yang terjadi saat gempa merupakan hal biasa karena pegerakan tektonik.

"Saat batuan kulit bumi mengalami/mendapat tekanan yang hebat dan sangat kuat, mendekati batas elastisitasnya, maka sebelum failure maka akan melepaskan gelombang elektromagnetik, dari sinilah awal cerita lightning during the earthquake, pencahayaan gempa. "seismoelectric effect," kicau dia di akun Twitter-nya.

Menurut dia, fenomena serupa pernah terjadi di Indonesia ketika gempa pada 16 Februari 2014 terjadi di lereng Gunung Semeru, Jawa Timur.

"Tak usah jauh-jauh ke Turki. Gempa Sumogawe di lereng utara Merbabu pada 16 Februari 2014 juga terdapat fenomena earthquake lightning," katanya.

Alhasil, Daryono menyebut kaitan antara HAARP dengan gempa bumi merupakan