Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan Indonesia membutuhkan investasi hingga US$ 68 miliar atau setara dengan Rp 1.000 triliun dengan asumsi kurs Rp15.120 per US$ dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE).

Pemerintah Indonesia terus mendorong pengurangan emisi gas karbon dalam mencapai NEZ di tahun 2060 mendatang. Pemerintah juga telah menetapkan target untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius, sedapat mungkin 1,5 derajat Celcius.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan, hingga tahun 2030, total rencana investasi dalam mencapai NZE terhitung sebesar US$125,9 miliar atau setara dengan Rp1.900 triliun. Arifin mengatakan, ada tambahan rencana investasi sebesar US$68 miliar atau Rp1.000 triliun dari tahun 2025.

Menteri Arifin Tasrif menyebutkan sampai dengan tahun 2025 diperlukan investasi sebesar US$ 57,9 miliar setara Rp 875,4 triliun. Sedangkan pada tahun 2022 tercatat realisasi investasi baru mencapai US$ 1,97 miliar atau Rp 29,7 triliun.

"Bisa dibayangkan atau tidak, berapa banyak uang yang kami perlukan untuk mencapai Net Zero Emission secara global? Pada tahun 2022, di Indonesia, realisasi investasi adalah US$ 1,97 miliar, sementara total rencana investasi sampai 2025 adalah US$ 57,9 miliar, sampai 2030 adalah US$ 125,9 miliar, ada penambahan investasi US$ 68 miliar dari 2025," papar Arifin pada acara World Economic Forum 2023 yang digelar di Davos, Swiss, dikutip keterangan resmi KESDM, Kamis (19/01/2023).

Dia mengatakan untuk mencapai target pengurangan emisi karbon tersebut, dibutuhkan kemampuan pendanaan yang besar pula. Arifin menyebutkan, tidak semua negara punya kapasitas tersebut, yang mana negara maju, negara berkembang, dan negara belum berkembang punya kemampuan yang berbeda dalam pendanaan.

"Di sini kita memerlukan bantuan dan dukungan dari organisasi keuangan untuk menciptakan keseimbangan global melalui mobilisasi pendanaan dengan mekanisme yang sederhana dan lebih mudah dipahami, sehingga bisa diakses dan terjangkau untuk semua," jelas Arifin.

Menurutnya, menetapkan strategi, program, dan target menuju transisi energi adalah hal yang lebih mudah. Tantangan terbesarnya adalah implementasi nyata menuju transisi energi dan memastikan keterjangkauan energi oleh masyarakat.

"Bagian paling sulit adalah implementasi konkret menuju transisi energi, memastikan keterjangkauan energi oleh rakyat, aksesibilitas dan dekarbonisasi yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat," ucap Arifin.

Dengan begitu, Arifin mengatakan Indonesia memerlukan komitmen yang tinggi dan kolaborasi dalam mencapai NZE. Dia menyebutkan dunia memiliki sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) yang besar sehingga perlu tanggung jawab dalam memanfaatkannya.

"Dalam kondisi demikian, diperlukan komitmen tinggi dan semangat kolaborasi yang kuat, sehingga tidak ada masyarakat yang tertinggal di belakang, terutama yang masih bergantung kepada energi fosil. Bumi di mana kita tinggal telah menyediakan begitu banyak sumber EBT, tanggung jawab kita adalah mengambil manfaat dari sumber daya yang ada untuk kemanfaatan bagi rakyat," pungkasnya.