Setelah disahkan disahkan dalam rapat pleno tingkat satu pada Jumat (25/11) lalu, DPR berencana segera menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Adapun waktu pengesahannya diketok sebelum masa reses atau sebelum tanggal 15 Desember 2022.
Dari total sembilan fraksi di Komisi III DPR, hanya fraksi PKS yang memberi catatan terhadap RKUHP. Mereka menilai RUU tersebut membungkam kebebasan berdemokrasi. Sedangkan delapan fraksi sisanya, termasuk partai Demokrat sebagai oposisi menerima tanpa syarat.
Terkait rencana pengesahan RUU KUHP menjadi Undang Undang, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mendesak DPR menunda pengesahan draf RKUHP karena masih banyak pasal yang bermasalah.
"Kami mempertanyakan, karena banyak pasal yang masih bermasalah dan itu ada yang belum dibahas dan ada juga masih jadi perdebatan. Jadi kami bertanya kenapa DPR tergesa-gesa untuk mengesahkan? Masih banyak pasal bermasalah," kata Isnur kepada wartawan.
Lebih jauh Isnur menjelaskan, pasal yang bermasalah adalah pasal menyangkut demonstrasi dan unjuk rasa tanpa pemberitahuan dianggap pidana, pasal penghinaan lembaga negara hingga presiden, serta pasal living law atau kehidupan bermasyarakat.
"Pasal-pasal ini sangat krusial, sangat signifikan, ancaman terhadap berdemokrasi," ujarnya.
Pasal bermasalah itu, menurut Isnur, perlu diperbaiki, diselesaikan, dan sebagian besar dihapus. Oleh sebab itu, DPR didesak menunda pengesahan RKUHP jika belum memperbaiki pasal bermasalah.
"Kalau itu tidak ada, berarti pasal-pasal KUHP masih mengadopsi pasal-pasal kolonial. Jadi kami mendesak DPR membahas, menyelesaikan, itu semua. Jika belum, sebaiknya tunda dulu, sebaiknya hapus dulu pasal bermasalah, dan kemudian jangan dulu disahkan," ucap Isnur.
"Kami tentu bersama masyarakat sipil mendesak, dengan berbagai cara menyampaikan, agar DPR berhati-hati dan tidak terburu-buru mengesahkan," imbuhnya.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad sebelumnya mengatakan Komisi III DPR kini telah bersurat kepada jajaran pimpinan DPR agar produk hukum itu segera dibahas di rapat pimpinan (rapim) dan badan musyawarah (bamus).
"Surat dari Komisi III terkonfirmasi hari ini sudah masuk ke sekretariat jenderal (Setjen) DPR RI," kata Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/11).
Atas hal itu, Dasco mengatakan pihaknya akan menggelar rapim dalam waktu dekat. "Ya, menurut hasil komunikasi dengan Bu Ketua DPR bahwa dalam waktu dekat kita akan rapimkan," katanya.
Setelah itu, kata Dasco, RKUHP ditargetkan disahkan di paripurna sebelum DPR memasuki masa reses, yakni 15 Desember 2022.
Dasco meyakini DPR dan pemerintah telah melakukan kajian soal sejumlah pasal di RKUHP yang dinilai kontroversial.
"Dan Insyaallah sebelum kami memasuki masa reses di masa sidang ini RUU KUHP akan disahkan di paripurna DPR," ujarnya.
DPR Ngebet Sahkan RUU KUHP Jadi UU, YLBHI: Banyak Pasal Bermasalah, Ancaman Terhadap Demokrasi!
